Ujian yang Dihadapi oleh Nabi Yusuf
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yala Kurnaedi
Ujian yang Dihadapi oleh Nabi Yusuf adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 30 Al-Muharram 1446 H / 5 Agustus 2024 M.
Kajian Tentang Ujian yang Dihadapi oleh Nabi Yusuf
Ada tiga ujian yang dihadapi oleh Nabi Yusuf dan tiga anugerah. Kita akan membahas terlebih dahulu tiga ujian yang dihadapi oleh Nabi Yusuf ‘alaihis salam.
Ujian pertama adalah tipu daya saudara-saudara Nabi Yusuf ‘alaihis salam. Padahal saat itu beliau masih kecil. Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan hal ini di awal Surah Yusuf, tepatnya pada ayat keempat hingga keenam.
Allah Ta’ala berfirman:
إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ
“Ingatlah ketika Yusuf berkata kepada bapaknya, ‘Wahai Ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.`” (QS. Yusuf [12]: 4)
Nabi Yusuf bermimpi, lalu mimpinya diceritakan kepada ayahnya. Ketika ayahnya, Nabi Ya’qub, mendengar cerita yang disampaikan oleh putranya yang paling disayangi, beliau berkata,
قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَىٰ إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا ۖ إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Ayahnya Nabi Yusuf berkata, ‘Wahai putraku, jangan sekali-kali kau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, nanti mereka akan membuat tipu daya untukmu. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.`” (QS. Yusuf[12]: 5)
Kemudian Allah berfirman di ayat yang keenam:
وَكَذَٰلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِن تَأْوِيلِ الْأَحَادِيثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَعَلَىٰ آلِ يَعْقُوبَ كَمَا أَتَمَّهَا عَلَىٰ أَبَوَيْكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Dan demikianlah Rabbmu memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebagian dari takwil mimpi-mimpi, serta disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu, Ibrahim dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Yusuf [12]: 6)
Syaikh rahimahullah berkata bahwa Nabi Ya’qub ‘alaihis salam memiliki dua belas putra yang semuanya laki-laki. Dua belas putra inilah yang disebut sebagai asbath dalam Al-Qur’an. Jika antum membaca dalam Al-Qur’an istilah asbath, itu merujuk pada kedua belas putra Nabi Ya’qub ‘alaihis salam, yang disebut sebagai أسباط بني إسرائيل. Yang paling mulia dan agung di antara mereka adalah Nabi Yusuf ‘alaihis salam.
Syaikh rahimahullahu ta’ala juga menyampaikan bahwa ada sekelompok ulama yang berpendapat bahwa dari dua belas keturunan Nabi Ya’qub, hanya Nabi Yusuf yang menjadi nabi, hanya Nabi Yusuf ‘alaihis salam yang menerima wahyu dari Allah. Hal ini juga tercermin dari kisah dan perbuatan mereka yang menunjukkan bahwa hanya Nabi Yusuf yang diberikan wahyu.
Sebagai dalil, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
إِنَّ الْكَرِيمَ ابْنَ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ
“Al-karim (orang mulia), cucu dari seorang yang mulia, cicit dari seorang yang mulia adalah Yusuf bin Ishaq bin Ibrahim.” (HR. At-Tirmidzi)
Nabi Ibrahim memiliki keturunan nabi-nabi, sehingga beliau disebut sebagai Abul Anbiya (bapak para nabi). Para ulama ahli tafsir juga mengatakan bahwa ketika Nabi Yusuf masih kecil, sebelum baligh, beliau bermimpi melihat sebelas bintang, ini merupakan isyarat sisa dari saudaranya. Adapun matahari dan bulan merupakan isyarat bagi ayah ibunya, dan semuanya sujud kepada Nabi Yusuf.
Hal ini membuat Nabi Yusuf kaget, lalu beliau bangun dan menceritakan mimpinya kepada ayahnya, Nabi Ya’qub. Mendengar cerita tersebut, Nabi Ya’qub tahu bahwa kelak anaknya akan mendapatkan kedudukan yang tinggi dan agung di dunia dan akhirat, di mana ayah, ibu, serta saudara-saudaranya tunduk kepada Nabi Yusuf. Nabi Ya’qub kemudian memerintahkan Nabi Yusuf untuk menyembunyikan mimpi tersebut agar tidak diceritakan kepada saudara-saudaranya, supaya mereka tidak timbul hasad yang dapat memicu makar dan tipu daya yang mencelakakan Nabi Yusuf ‘alaihis salam.
Syaikh rahimahullahu ta’ala menyebutkan beberapa faedah dari ayat-ayat yang mulia ini. Yaitu:
Pertama, diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk memberikan peringatan kepada saudaranya dan menasihatinya agar terhindar dari hal-hal yang dikhawatirkan akan menimpa dirinya. Jadi, boleh memberi tahu dan memperingatkan, “Hati-hati, akhi,” dan itu tidak termasuk dalam makna gibah. Gibah adalah menyebutkan keburukan saudaramu yang ia tidak suka. Namun, ketika memperingatkan seseorang dari bahaya yang dikhawatirkan, itu boleh dan tidak termasuk gibah. Seperti yang dikatakan ayah Nabi Yusuf kepada Nabi Yusuf: “Hati-hati, jangan ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, nanti mereka akan membuat tipu daya.”
Kedua, jika seseorang mendapatkan nikmat, rezeki, atau kesenangan, boleh baginya untuk tidak menampakkannya di hadapan orang yang dikhawatirkan memiliki sifat hasad (iri) yang bisa menimbulkan makar (tipu daya). Jika antum khawatir orang tersebut iri, sembunyikanlah nikmat tersebut. Jangan menampakkan atau membicarakannya, seperti jika antum mendapatkan motor, mobil, atau menikah lagi. Sembunyikan dan jangan banyak bicara di depan orang yang hasad dan iri.
Jika Anda mendapatkan rezeki seperti bisa membeli rumah atau mendapatkan apa saja, diamlah jika Anda khawatir orang tersebut memiliki sifat hasad.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang shahih,
استعينوا على قضاء حوائجكم بالكتمان فإن كل ذي نعمة محسود
“Mintalah pertolongan untuk menyelesaikan hajat-hajat kalian dengan cara menyembunyikan hajat-hajat tersebut. Karena setiap orang yang memiliki nikmat, pasti ada yang menghasadinya.” (HR. Ath-Thabrani dan yang lainnya).
Rasulullah mengajarkan kita untuk menyelesaikan urusan yang ingin kita selesaikan dengan diam, dan jangan memberi tahu orang yang hasad atau orang yang dikhawatirkan memiliki sifat hasad.
Ketiga, yang dapat kita ambil dari ayat-ayat yang kita baca adalah adanya dalil bahwa Nabi Ya’qub ‘alaihis salam memiliki pengetahuan tentang takwil mimpi. Jadi, selain Nabi Yusuf ‘alaihis salam, Nabi Ya’qub juga memiliki pemahaman tentang takwil mimpi. Hal ini tampak jelas ketika beliau berkata kepada Nabi Yusuf untuk tidak menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya. Nabi Ya’qub sudah memahami bahwa mimpi tersebut menunjukkan bahwa Nabi Yusuf akan menjadi orang besar dengan kedudukan yang tinggi. Oleh karena itu, Nabi Ya’qub memperingatkan Nabi Yusuf agar tidak menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya, karena beliau sudah mengetahui takwil dari mimpi tersebut.
Keempat, dalam ayat-ayat ini terdapat dalil bahwa mimpi jangan diceritakan kecuali kepada orang yang berilmu atau orang yang benar-benar baik dan mampu memberikan nasihat.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Simak dan download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54355-ujian-yang-dihadapi-oleh-nabi-yusuf/